Implementasi Moderasi Beragama Dalam Meyambut Tahun Baru Jawa 

( Dwi Setyawan )

Salah satu indikator moderasi beragama adalah sikap akomodatif terhadap kebudayaan lokal yang artinya bisa menerima dan menyesuaikan dengan adat budaya yang berlaku dalam sebuah lingkungan masyarakat. Hal ini tercermin dalam sebuah kegiatan masyarakat yang ada di dukuh Bukurireng Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah.

Bukurireng adalah sebuah dukuh yang terletak di Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Terdapat 120 KK yang mendiami Dukuh Bukurireng dengan berbagai macam profesi, latar belakang pendidikan, serta keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam berkeyakinan, warga di dukuh Bukurireng terdapat beberapa agama yang di anut oleh warga masyarakat di antaranya Islam, Kristen, dan Hindu. Sebagian masyarakat yang tinggal di dukuh tersebut masih melaksanakan adat dan trasdisi warisan para leluhur nusantara. Kegiatan kemasyarakatan yang masih membudaya dalam masyarakat tersebut adalah tradisi Nyadran dan menyambut datangnya tahu baru Jawa atau biasa disebut mapag tanggal 1 Sura.

Beberapa waktu yang lalu warga di Dukuh Bukurireng melaksanakan kegiatan doa bersama untuk menyambut datangnya Tahun Baru Jawa 1443, tepatnya pada hari Senin, 10 Agustus 2021. Kegiatan doa bersama tersebut diikuti oleh Umat Islam dan Umat Hindu di dukuh Bukurireng. Kegiatan doa bersama menyongsong datangnya tahun baru Jawa ini diinisiasi oleh warga yang juga merupakan sesepuh warga yang kebetulan beragama Islam. Umat Hindu sangat mendukung acara tersebut karena hampir semua warga yang ada di Bukurireng merupakan masyarakat etnis Jawa. Tidak ada yang salah ketika sebagai orang yang terlahir dari etnis Jawa menyambut Tahun Baru Jawa dengan doa dan harapan yang dipanjatkan kepada Tuhan.

Kegiatan doa bersama dilakukan menurut keyakinan Islam dan Hindu tanpa meninggalkan adat tradisi para leluhur yaitu dengan persembahan (sesajen) yang telah berlaku secara turun temurun. Meskipun doa dilakukan secara agama Islam dan Hindu, namun tetap menggunakan sajen sebagai sarana mohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Rangakaian sajen seperti tumpeng, ingkung, pisang, kue apem, dan bungan di tata sedemikian rupa sebagai sarana permohonan kepada Tuhan agar khususnya masyarakat Dukuh Bukurireng senantiasa mendapatkan keselamatan.

Selesai acara doa bersama secara agama Islam dan Hindu dilanjutkan pasang sesaji pada lima penjuru arah mata angin di lingkungan dukuh Bukurireng. Prosesi ini dipimpin oleh salah satu tokoh Umat Hindu dan diikuti beberapa Umat Islam yang mengikuti kegiatan doa bersama tersebut. Dikarenakan situasi pada saat itu masih dalam situasi pandemi Covid 19, sehingga kegiatan hanya diikuti oleh sesepuh dan beberapa warga. Doa yang dipanjatkan tidak hanya mohon keselamatan warga dan umat manusia, akan tetapi juga seluruh alam semesta.

Komentar